AI dalam Pemerintahan Meningkatkan Efisiensi atau Merusak Transparansi ?

    AI dalam Pemerintahan Meningkatkan Efisiensi atau Merusak Transparansi ?
    Dr. Kasmiah Ali, S.Sos.,M.A.P bersama peneliti lain dari Philipina

    OPINI - Dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, kecerdasan buatan (AI) menjadi topik yang terus mendapat perhatian global, termasuk di Indonesia. Meskipun AI menawarkan peluang besar untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas di berbagai sektor, teknologi ini juga menghadirkan tantangan serius terkait transparansi dan akuntabilitas, terutama dalam konteks tata kelola publik.

    AI memberikan kemampuan bagi pemerintah untuk memanfaatkan data dalam skala besar, memungkinkan pembuatan keputusan yang lebih cepat dan berbasis bukti. Dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), Indonesia telah bergerak menuju digitalisasi layanan publik yang lebih terpadu. Kebijakan ini mendorong transformasi digital dalam pemerintahan dan membuka peluang untuk memanfaatkan AI dalam meningkatkan efisiensi layanan publik.

    Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa AI telah dimanfaatkan dalam layanan publik di Indonesia, seperti melalui penggunaan teknologi metaverse untuk komunikasi layanan publik dan penyediaan data untuk komunikasi digital. Selain itu, AI juga telah diterapkan di pemerintahan daerah dengan menggunakan aplikasi sistem cerdas berbasis pengetahuan yang mempermudah proses layanan perizinan.

    Algoritma Tertutup Meningkatkan Efisiensi, Menantang Transparansi
    Algoritma tertutup merupakan salah satu tantangan utama dalam menjaga transparansi pemerintahan. Ketika pemerintah atau entitas swasta menggunakan algoritma tertutup untuk membuat keputusan yang berdampak pada banyak orang, seperti dalam sistem tilang elektronik yang memanfaatkan data dari sensor dan CCTV, masyarakat sering kali tidak memiliki akses untuk memahami proses pengambilan keputusan tersebut. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa keputusan yang dihasilkan oleh AI dapat dipengaruhi oleh bias atau kepentingan tertentu tanpa adanya pengawasan yang memadai.

    Di sisi lain, AI juga memiliki potensi besar untuk meningkatkan pengalaman warga di ruang publik, seperti dengan mengoptimalkan pencahayaan dan suhu berdasarkan kehadiran orang, serta menyediakan panduan interaktif bagi warga dan wisatawan (Walter, 2019). Namun, tanpa transparansi yang memadai, pemanfaatan AI yang luas ini juga membawa risiko terhadap akuntabilitas dan kepercayaan publik.

    Infrastruktur Digital. Pondasi Kemajuan atau Penghalang Transparansi?
    Infrastruktur digital yang kuat adalah fondasi penting untuk perkembangan AI. Hary Budiarto dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menekankan bahwa tanpa infrastruktur yang memadai, AI tidak akan bisa berkembang. Namun, pembangunan infrastruktur ini harus diimbangi dengan kebijakan yang memastikan bahwa teknologi AI tidak hanya efisien, tetapi juga adil dan transparan. Kemenkominfo juga telah memperkenalkan Sertifikat AI dan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) untuk memastikan bahwa AI digunakan dengan tujuan yang jelas dan tidak menyimpang dari tujuan untuk memajukan ekonomi digital secara inklusif.

    AI memang memiliki potensi untuk mentransformasi cara pemerintah beroperasi, mulai dari optimasi layanan publik hingga pengelolaan sumber daya yang lebih efisien. Dengan pemanfaatan AI dalam sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE), pemerintah Indonesia berharap dapat mewujudkan keterpaduan digitalisasi layanan publik. Namun, jika tidak diterapkan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas, risiko yang ditimbulkan bisa melebihi manfaatnya.
    Untuk mengatasi risiko yang ditimbulkan oleh AI terhadap transparansi dan akuntabilitas, penulis mengusulkan 7 (Tujuh) langkah penting yang dapat diambil oleh pemerintah di Indonesia, dengan memadukan pendekatan teknologi modern dengan kearifan lokal.

    1. Meningkatkan Transparansi Algoritma. Pemerintah sebaiknya membuka akses terhadap algoritma yang digunakan dalam pengambilan keputusan publik, termasuk mempublikasikan data yang digunakan serta logika di balik keputusan yang dibuat oleh AI. Ini akan memungkinkan masyarakat untuk memahami proses pengambilan keputusan dan memastikan bahwa keputusan tersebut dapat dipertanggungjawabkan.

    2. Membentuk Pengawasan Independen. Penting bagi pemerintah untuk membentuk badan pengawas independen yang memiliki wewenang untuk meninjau dan mengaudit sistem AI yang digunakan oleh pemerintah. Langkah ini akan membantu memastikan bahwa sistem tersebut bekerja dengan benar dan bebas dari bias, serta mempertahankan akuntabilitas dalam penggunaan teknologi AI.

    3. Melibatkan Partisipasi Publik dan Komunitas Lokal. Pemerintah perlu melibatkan masyarakat secara umum dan komunitas lokal secara khusus dalam proses pengembangan dan implementasi AI. Ini termasuk dalam pengambilan keputusan terkait penggunaan teknologi ini dalam layanan publik. Melibatkan komunitas lokal, termasuk masyarakat adat, dapat memberikan perspektif baru dan memastikan bahwa penerapan AI tidak bertentangan dengan budaya dan tradisi lokal. Partisipasi ini juga membantu meningkatkan pemahaman dan penerimaan terhadap teknologi AI.

    4. Meningkatkan Edukasi dan Literasi Teknologi. Meningkatkan literasi teknologi di kalangan pembuat kebijakan dan masyarakat umum sangat penting untuk memastikan semua pihak dapat memahami dan mengawasi penggunaan AI dalam pemerintahan secara efektif. Edukasi ini juga bisa disesuaikan dengan menggunakan bahasa dan simbol lokal untuk membuat teknologi lebih mudah diakses oleh masyarakat, sehingga meningkatkan partisipasi dan keterlibatan mereka dalam proses pengambilan keputusan.

    5. Mengintegrasikan Nilai-Nilai Lokal dalam Algoritma AI. Pemerintah bisa mempertimbangkan untuk mengintegrasikan nilai-nilai dan norma-norma lokal ke dalam pengembangan algoritma AI. Nilai-nilai seperti gotong royong dan musyawarah untuk mufakat, yang sangat dihargai dalam budaya Indonesia, dapat diadaptasi ke dalam cara AI dikembangkan dan diimplementasikan. Hal ini memastikan bahwa keputusan yang dibuat oleh AI sejalan dengan kepentingan dan keinginan masyarakat setempat.

    6. Menerapkan Prinsip Keadilan Sosial Lokal. Mengingat kearifan lokal sering menekankan pentingnya keadilan sosial dan keseimbangan dalam komunitas, pemerintah dapat mengadopsi prinsip-prinsip ini dalam penggunaan AI. Teknologi AI harus dirancang untuk memberikan manfaat yang merata kepada seluruh masyarakat, termasuk mereka yang tinggal di daerah terpencil dan kurang berkembang, dan tidak hanya menguntungkan kelompok tertentu.

    7. Membangun Kepercayaan Melalui Pendekatan Adat. Dalam banyak komunitas di Indonesia, pendekatan adat dan tokoh masyarakat memiliki peran penting dalam membangun kepercayaan. Pemerintah dapat bekerja sama dengan pemimpin adat dan tokoh masyarakat untuk mensosialisasikan penggunaan AI, menjelaskan manfaatnya, dan mendengarkan kekhawatiran yang mungkin muncul. Ini dapat membantu membangun kepercayaan publik dan memastikan bahwa teknologi AI diterima dengan baik oleh masyarakat.

    Dengan menggabungkan teknologi modern seperti AI dengan kearifan lokal yang kaya di Indonesia, pemerintah dapat mengembangkan solusi yang lebih inklusif, adil, dan efektif. Hal ini juga memastikan bahwa inovasi teknologi selaras dengan nilai-nilai dan budaya masyarakat, sehingga menciptakan tata kelola publik yang transparan dan akuntabel.

    SULSEL 24 Agustus 2024.
    Opini oleh: Dr. Kasmiah Ali, S.Sos., M.A.P

    opini sulsel kasmiah ali
    MUH. HASYIM HANIS, SE, S.Pd, C.L.E

    MUH. HASYIM HANIS, SE, S.Pd, C.L.E

    Artikel Sebelumnya

    Danny - Azhar Raih Rekomendasi PPP, Relawan...

    Artikel Berikutnya

    Wakil Walikota dan Ketua TP PKK Makassar...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Nagari TV, TVnya Nagari!
    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Kapolres Barru Pantau Sejumlah TPS Pastikan Pemungutan Suara Berjalan Lancar
    Bupati MYL Jadi Pemilih Pertama di TPS 04 Mappasaile, Ajak Warga Pangkep Gunakan Hak Pilih
    Hidayat Kampai: Nepo Baby, Privilege yang Jadi Tumpuan Kebijakan Publik?

    Ikuti Kami